Minggu, 12 Juni 2016

Pengendali Lalu lintas Barang, Undang-undang Kepabeanan Optimalkan Pencegahan Penyelundupan






Semua barang yang masuk maupun keluar dari wilayah Republik Indonesia haruslah diatur dan dikendalikan. Untuk itu dibuatlah Undang-Undang yang mengatur hal tersebut yaitu UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia, UU No.10 tahun 1995 tentang kepabeanan dirasa sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepabeanan sehingga perlu dilakukan perubahan. Sehubungan dengan itu, maka telah diputuskan dan disahkan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Di dalam perubahan ini ada beberapa pasal yang diubah maupun dihapus. "Pengendali Lalulintas Barang, Udang-Undang Kepabeanan Optimalkan Pencegahan Penyelundupan", hal ini sejalan dengan tujuan dari Undang-Undang Kepabeanan yaitu untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, namun mengingat letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus pengangkutan antar pulau, khususnya untuk barang tertentu. Selain itu dengan dikenakannya bea masuk atau bea keluar dapat meningkatkan pungutan pajak negara. Pada kesempatan kali ini saya tertarik untuk menganalisis  produk hukum ini, yaitu UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Saya akan menganalisis produk hukum ini dengan hal-hal yang berkaitan dengan hukum seperti pengertian hukum, unsur hukum, ciri hukum, sifat hukum, tujuan hukum, sumber hukum, kodefikasi hukum, pembagian hukum serta hukum sipil dan hukum publik. Setelah melakukan analisis ini dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini memiliki kesamaan dan kesesuaian dengan hukum.


PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI

1.  Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht” : Hukum ialah semua aturan yang mengatur pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya”.
2.  Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, antara yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbukan reaksi bersama terhadap orng yang melakukan pelanggaran itu”.
3.  Immanuel Kant : “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.

Jadi menurut saya dapat disimpulkan bahwa hukum adalah seluruh peraturan yang mangatur tingkah laku manusia, bersifat memaksa dan memiliki sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dengan tertib.


DEFINISI HUKUM SEBAGAI PEGANGAN

Menurut Drs. E. Utrecht, SH “Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”. Definisi yang diberikan Drs. E. Utrecht, SH itu merupakan pegangan semata yang maksudnya menjadi suatu pedoman bagi setiap wisatawan hukum yang sedang bertamasya di alam hukum. Selain Utrecht, beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang di antaranya ialah:
a)  S.M Amin, SH
Dalam buku beliau berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum,” hukum yang dirumuskan sebagai berikut: “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
b)  J.C.T Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H
Dalam buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan definisi hukum sebagai berikut: “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.”
c)  M.H. Tirtamidjaya, S.H
Dalam buku beliau “Pokok-pokok Hukum Perniagaan” ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang yang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan sebaginya.”

Secara keseluruhan menurut saya pengertian hukum yang telah diuraikan di atas sejalan dengan isi dari UU No. 17 tahun 2006 karena berisikan peraturan, perintah dan larangan, bersifat mengatur dan memaksa serta memiliki sanksi dalam pelaksanaan kepabeanan.Semua peraturan, perintah, larangan serta sanksi-sanksi yang berlaku tentang pabeanan sudah tercantum dalam undang-undang ini secara jelas.


UNSUR-UNSUR HUKUM
  • Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
  • Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
  • Peraturan itu bersifat memaksa
  • Sanksi terhadap peraturan itu adalah tegas
Dari uraian unsur-unsur hukum di atas, menurut saya UU No. 17 tahun 2006 sesuai dengan unsur-unsur hukum yaitu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib karena Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.Di dalam undang-undang ini juga disebutkan beberapa badan resmi yang berwajib seperti Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Unsur hukum lainnya yang sesuai dengan unsur UU No. 17 Tahun 2006 adalah peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan. Undang-undang  ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.


CIRI-CIRI HUKUM 

Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
  • Adanya perintah dan/atau larangan
  • Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
Di dalam UU No. 17 Tahun 2006 ini tertera perintah untuk membayar pungutan bea masuk maupun bea keluar terhadap barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan yang seluruh ketentuan dan tarifnya tertera dalam Undang-undang ini, serta memenuhi kewajiban pabeanan. UU No. 17 tahun 2006 ini juga berisikan larangan yang berbunyi sebagai berikut :
BAB X
LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPORATAU EKSPOR, PENANGGUHAN IMPOR
ATAU EKSPOR BARANG HASILPELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL, DAN PENINDAKAN ATASBARANG YANG TERKAIT DENGAN
TERORISME DAN/ATAUKEJAHATAN LINTAS NEGARA

57. Ketentuan Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
1.     Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.
2.     Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan / atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
3.     Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir;
  • dibatalkan ekspornya;
  • diekspor kembali; atau
  • dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat beadan cukai kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaidah Hukum akan dikenakan sanksi sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :

a.     Pidana Pokok, yang terdiri dari :
1)  Pidana mati
2)  Pidana penjara:
  • Seumur hidup
  • Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu.
3)  Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun.
4)  Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5)  Pidana tutupan

b.    Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
1)  Pencabutan hak-hak tertentu
2)  Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3)  Pengumuman keputusan hakim

UU No. 17 Tahun 2006 berlaku beberapa hukuman dan pidana bagi para pelanggar peraturan dalam undang-undang ini. Pidana yang tercantum dalam undang-undang tentang Kepabeanan ini adalah pidana pokok yaitu pidana penjara, pidana kurungan dan sanksi administrasi berupa denda. Selain pidana pokok, dalam undang-undang juga terdapat pidana tambahan yaitu perampasan (penyitaan) atau penyegelan barang-barang tertentu. Nerikut bunyi pidana yang tertera dalam UU No. 17 Tahun 2006 :
Pasal 82
1.     Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan.
2.     Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa;
3.     Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
4.     Dihapus;
5.     Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
6.     Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas ekspor yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar.
Pasal 102
Setiap orang yang:
1.     mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);
2.     membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;
3.     membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);
4.     membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan / atau diizinkan;
5.     menyembunyikan barang impor secara melawan hukum
6.     mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain dibawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabatbea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini;
7.     mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidaksampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau
8.     dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah,
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 102A
Setiap orang yang :
1.     mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;
2.     dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat(1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor;
3.     memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpaizin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);
4.     membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau
5.     mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1)
dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 102B
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 danPasal 102A yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana dendap aling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 102C
Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, Pasal 102A, Pasal 102B dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidana yang dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3 (satu pertiga).
Pasal 102D
Setiap orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang :
1.     menyerahkan pemberitahuan pabean dan / atau dokumen perlengkap pabean yang palsu atau dipalsukan;
2.     membuat, menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau catatan;
3.     memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; atau
4.     menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 103A
1.     Setiap orang yang secara tidak sah mengakses system elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama  (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.     Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 104
1.     Setiap orang yang mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 102A, atau Pasal 102B;
2.     memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut Undang-Undang ini harus disimpan;
3.     menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan ; atau
4.     menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean menurut Undang-Undang ini.
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, atau merusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh pejabat bea dan cukai dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


SIFAT HUKUM

Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memerikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya.

Menurut saya UU No. 17 tahun 2006 ini memiliki sifat yang sama dengan hukum yaitu bersifat mengatur, hal ini dibuktikan dalam tujuan dari undang-undang kepabeanan yaitu bertujuan untuk mengatur dan melakukan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalulintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Daerah Pabeanan adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.

UU No. 17 tahun 2006 ini selain bersifat mengatur, juga bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap pelanggaran peraturan. Udnag-undnag ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana maupun denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.


TUJUAN HUKUM

Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Sedangkan bea keluar adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Tujuan dikenakannya bea keluar terhadap barang ekspor adalah :
  • menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
  • melindungi kelestarian sumber daya alam;
  • mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
  • menjaga stabilitas harga komoditi tertentu dalam negeri.
Di dalam Undang-Undang ini telah disebutkan pada lembar pertama bahwa tujuan dari UU No. 17 Tahun 2006 yaitu :
  • untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik,
  • untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global,
  • untuk mendukung kelancaran arus barang,
  • meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia,
  • serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyeludupan.
Setelah melihat tujuan dari UU No. 17 Tahun 2006, menurut saya tujuan dari Undang-Undang ini sejalan dengan tujuan hukum yaitu untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan serta mengatur tingkah laku masyarakat demi tercapainya kesejahteraan rakyat.


SUMBER-SUMBER HUKUM

Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal :

1.  Sumber-sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsatat dan sebagainya.
Contoh :
  • Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum.
  • Seorang ahli kemasyarakatan (sosiologi) mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2.  Sumber-sumber Hukum Formal antara lain :
a.  Undang-undang (Statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b.  Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan huku yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
c.  Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
Ada dua macam jurisprudensi yaitu :
  • Jurisprudensi Tetap : keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
  • Jurosprudensi Tidak tetap
d.  Traktat (Treaty)
Jika traktat diadaka oleh dua negara maka traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian internasional yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China tentang “Dwi-Kewarganegaraan”. Jika diadakan oleh lebih dari dua negara , maka traktat itu disebut Traktat Multilateral misalnya perjanjian internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropah (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropah.
e.  Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengeni soal yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 17 tahun 2006 ini termasuk dalam sumber hukum formal yaitu Undang-Undang. Karena hal ini sesuai dengan pengertian Undang-Undang itu sendiri, Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini juga memiliki kekuatan hukum dan diadakan oleh penguasa Negara atau badan-badan resmi yang berwajib seperti yang sudah saya jelaskan pada sub judul “Unsur-Unsur Hukum” di atas bahwa UU No. 17 tahun 2006 ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.Di dalam undang-undang ini juga disebutkan beberapa badan resmi yang berwajib seperti Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1.  Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada bersumber Undang-undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundanga di Indonesia terdiri dari :
  • Undang-Undang Dasar (UUD)
  • Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat
  • Peraturan Pemerintah Tingkat Pusat
  • Peraturan Pemerintah Tingkat Daerah
2.  Masa Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk dan tata urutan peraturan-perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPRS No. XXMPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah :
  • Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD-1945)
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
  • Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden (KEPRES)
  • Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini telah diputuskan dan ditetapkan pada tahun 2006. Dari penjelasan di atas, Undang-Undang ini termasuk dalam masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.


KODEFIKASI HUKUM

KODIFIKASI merupakan pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara lain :
1.  Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law)
Hukum Tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2.  Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law)
Hukum tak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).

Dari kedua bentuk hukum tersebut, menurut saya UU No. 17 Tahun 2006 ini merupakan hukum tertulis (Statute Law = Written Law), karena Undang-Undang ini sudah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang ini telah disahkan dan diundangkan di Jakarta, 15 Nopember 2006.


MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
                              
1.     Menurut Sumbernya
  • Hukum Undang-Undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
  • Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
  • Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
  • Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Menurut saya UU No. 17 Tahun 2006 berdasarkan pembagian hukum menurut sumbernya termasuk Hukum Undang-Undang.

2.     Menurut Bentuknya
  • Hukum Tertulis
  • Hukum Tak Tertulis
Menurut bentuknya UU No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum tertulis karena seperti yang sudah saya bahas pada sub judul sebelumnya, Undang-Undang ini merupakan hukum tertulis dan telah ditempatkan di Lembaran Negara Republik Indonesia.

3.     Menurut tempat berlakunya
  • Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara
  • Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
  • Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain
  • Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para anggota-anggotanya.
Menurut tempat berlakunya UU No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum nasional karena Undang\undang ini berlaku di negara Indonesia. Di dalam Undang-Undang ini mengatur barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan. Di mana Daerah Pabeanan sendiri adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.

4.     Menurut Waktu Berlakunya
  • Ius Contitutum (Hukum Positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
  • Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
  • Hukum Asasi (hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
Menurut waktu berlakunya, undang-undang ini termasuk Ius Contitutum karena Undang-Undang ini berlaku, disahkan dan diundangkan dari tahun 2006 hingga sekarang.

5.     Menurut Cara Mempertahankannya
  • Hukum Material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan.
  • Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara hakim memberi putusan. 
UU No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum material, karena Undang-Undang ini berisikan perintah dan larangan sesuai dengan hukum material.

6.     Menurut Sifatnya
  • Hukum yang memaksa
  • Hukum yang mengatur
Menurut sifatnya, Undang-Undang No. 17 tahun 2006 ini juga bersifat memaksa dan mengatur seperti yang sudah saya jelaskan pada sub bahasan di atas.

7.     Menurut Wujudnya
  • Hukum Objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
  • Hukum Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Pembagian hukum jenis ini kini sudah jarang digunakan orang.
Berdasarkan wujudnya, UU No.17 Tahun 2006 ini termasuk hukum objektif karena undang-undang ini berlaku di negara Indonesia dan bersifat umum. Undang-Undang ini juga tidak mengenal orang atau golongan tertentu, siapa pun yang kedapatan memiliki atau membawa barang masuk/keluar daerah kepabeanan sesuai dengan Undang-Undang akan dikenakan bea masuk/bea keluar serta wajib memenuhi kewajiban pabeanan. Siapa pun yang melanggar ketentuan Undang-undang ini juga akan dikenakan sanksi.

8.     Menurut Isinya
  • Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara).
UU No. 17 Tahun 2006 menurut isinya merupakan Hukum Publik karena Undang-Undang ini mengatur hubungan antara negara dengan perseorangan. UU No. 17 Tahun 2006 ini mewajibkan setiap orang yang memiliki atau membawa barang masuk/keluar daerah pabeanan dikenakan pungutan bea masuk/bea keluar.


HUKUM SIPIL DAN HUKUM PUBLIK

1.  Hukum Sipil
Hukum sipil dalam arti luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Orang sering mempersamakan hukum sipil dengan hukum perdata. Dalam arti luas, hukum perdata merupakan bagian dari hukum sipil. Namun dalam arti sempit hukum perdata sama dengan hukum sipil.

2.  Hukum Publik, terdiri dari:
  • Hukum Tata Negara : hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain dan hubungan antara negara dengan bagian-bagian negara.
  • Hukum Administrasi Negara (pidana=hukuman) : hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggar.
  • Hukum Internasional
Berdasarkan penjelasan di atas, UU No. 17 tahun 2006 termasuk Hukum Publik yaitu Hukum Administrasi Negara. Karena di dalam Undang-undang ini berisikan perintah maupun larangan serta memberlakukan sanksi bagi para pelanggarnya. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dan tertera secara lengkap dalam UU No. 17 tahun 2006.
    
3.  Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a.   Perbedaan Isinya:
  • Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • Hukum Pidana hubungan Hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu. 
b.  Perbedaan Pelaksanaannya:
  • Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
  • Pelanggaran terhadap norma-hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-hukum pidana (delik=tindakan pidana), maka alat-alat perlengkapan Negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. 
c.   Perbedaan Penafsiran:
  • Hukum Perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
  • Hukum Pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran authentic, yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri.

Dari uraian tentang perbedaan antara Hukum Perdata dengan Hukum Pidana, menurut saya Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini lebih medekati ke arah Hukum Pidana. Karena berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas menurut isinya, UU No. 17 Tahun 2006 mengatur tentang pungutan pajak Negara berupa bea masuk/bea keluar yang wajib dipenuhi oleh perorangan yang kedapatan membawa atau memiliki barang yang masuk atauun keluar daerah pabeanan Republik Indonesia.

Perbedaan menurut pelaksanaannya pun lebih mendekati ke arah Hukum Pidana, karena barang siapa yang kedapatan memiliki atau membawa barang keluar/masuk daerah pabeanan namun melanggar ketentuan dan tidak memenuhi kewajiban pabeanan akan langsung ditindak dan diberikan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang ini tanpa adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.


PERBEDAAN ANTARA ACARA PERDATA (HUKUM ACARA PERDATA) DENGAN ACARA PIDANA (HUKUM ACARA PIDANA)

Hukum acara perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Hukum acara pidana ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum pidana material.
1. Perbedaan mengadili :
  • Hukum acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di pengadilan perdata oleh hakim perdata.
  • Hukum acara pidana mengatur cara-cara mengadili perkara di pengadilan pidana oleh hakim pidana. 
 2. Perbedaan pelaksanaan :
  • Pada acara perdata inisiatif datang dari pihak yang dirugikan.
  • Pada acara aidana inisiatif datang dari penuntut umum.
 3. Perbedaan dalam penuntutan :
  • Dalam acara perdata yang menuntut adalah pihak yang dirugikan
  • Dalam acara pidana jaksa menjadi penuntut terhadap si terdakwa
 4. Perbedaan alat-alat bukti :
  • Dalam acaara perdata sumpah merupakan alat bukti.
  • Dalam acara pidana ada 4 alat bukti (tulisan, saksi, persangkaan dan pengakuan).   
 5. Perbedaan penarikan kembali suatu perkara :
  • Dalam acara perdata sebelum ada putusan hakim pihak yang bersangkutan boleh menarik lagi perkaranya.
  • Dalam acara pidana tidak dapat ditarik kembali.    
6. Perbedaan kedudukan para pihak :
  • Dalam acara perdata pihak-pihak mempunyai kedudukan yang sama, hakim bersifat pasif.
  • Dalam acara pidana jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa, hakim juga turut aktif.
7. Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
  • Dalam acara perdata putusan hakim cukup dengan mendasarkan diri dengan kebenaran formal saja.
  • Dalam acara pidana putusan hakim harus mencari kebenaran material. 
8. Perbedaan hukuman :
  • Dalam acara perdata tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda atau hukuman kurungan.
  • Dalam acara pidana terdakwa terbukti kesalahannya di pidana mati, penjara, kurungan atau denda.    
9. Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingkat banding) :
  • Bandingan perkara perdata dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut appel.
  • Bandingan perkara pidana dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut revisi.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai perbedaan antara acara perdata dan acara pidana, menurut saya UU No. 17 tahun 2006 ini lebih mengarah ke acara pidana. Karena dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan dan kedapatan tidak memenuhi kewajiban kepabeanan maka pejabat bea dan cukai bertindak langsung tanpa adanya pengaduan dan berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan serta membebankan sanksi administrasi terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut Undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.












Referensi :

Bahan Ajar Aspek Hukum dalam Ekonomi Bab 1 "Pengertian dan Tujuan Hukum" (pdf)
Tersedia :

Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (pdf)
Tersedia :