Selasa, 22 Maret 2016

Menggali Potensi Penerimaan Cukai




    Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Untuk mengatur dan mengendalikan barang yang ada dan masuk ke wilayah Indonesia, dikeluarkanlah UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Namun seiring perkembangan hukum di Indonesia dan untuk lebih memberikan kepastian hukum, dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Perubahan undang-undang ini menjadi UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Dalam postingan saya kali ini saya akan menganalisis salah satu produk hukum, yaitu UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Di sini saya akan menganalisis berdasarkan unsur hukum, ciri hukum, sifat hukum, tujuan hukum, sumber hukum, kodefikasi hukum, pembagian hukum serta hukum sipil dan hukum publik. Hasil dari analisis ini, UU No. 39 Tahun 2007 ini sesuai dengan beberapa sub bahasan dalam postingan saya kali ini. Salah satunya UU No. 39 Tahun 2007 bersifat memaksa, berisikan perintah dan larangan, terdapat ketentuan hukum pidana bagi pelanggar dan masih banyak lagi. Agar lebih jelas, mari kita ulas analisis ini satu per satu!


PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI
  • Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht”. Hukum ialah semua aturan yang mengatur pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya”.
  • Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, antara yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbukan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
  • Immanuel Kant : “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum adalah seluruh peraturan yang mangatur tingkah laku manusia, bersifat  memaksa dan memiliki sanksi bagi pelanggarnya yang bertuuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dengan tertib.


UNSUR-UNSUR HUKUM
  • Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
  • Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
  • Peraturan itu bersifat memaksa
  • Sanksi terhadap peraturan itu adalah tegas
UU No. 39 tahun 2007 sesuai dengan unsur-unsur hukum yaitu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib karena Undang-Undang tentang Perubahan atas Udang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.

Peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan juga dimiliki oleh UU No. 39 Tahun 2007. Undang-undang  ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang.


CIRI-CIRI HUKUM

Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
  • Adanya perintah dan/atau larangan
  • Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
UU No. 39 Tahun 2007 ini berisikan perintah untuk membayar cukai terhadap barang kena cukai yang seluruh ketentuan dan tarifnya tertera dalam Undang-undang ini. UU No. 39 tahun 2007 juga berisikan larangan yang berbunyi sebagai berikut :

LARANGAN
Pasal 30
(1) Di dalam Pabrik dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
a. Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
b. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap:
1.     Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
2.     Pabrik Barang Kena Cukai selain etil alkohol yang menghasilkan barang lainnya yang bukan Barang Kena Cukai, sepanjang di dalam Pabrik tersebut dilakukan pemisahan secara fisik antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena Cukai, baik dalam produksinya maupun tempat penimbunan bahan baku atau bahan penolong dan hasil produksi akhirnya.

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) Di dalam tempat penyimpanan dilarang:
a. menyimpan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai;
b. menyimpan barang selain barang kena cukai yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2) Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam tempat penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.
(3) Pengusaha tempat penyimpanan yang melanggar ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

29. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Di dalam pabrik, tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya dilarang:
a. menyimpan atau menyediakan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dipakai; dan/atau
b. menyimpan atau menyediakan pengemas barang kena cukai yang telah dipakai dengan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang masih utuh.
(2) Pengusaha pabrik, importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai.

     Barang siapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaidah Hukum akan dikenakan sanksi sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
  • Pidana Pokok, yang terdiri dari :
1.     Pidana mati
2.     Pidana penjara:
3.     Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun
4.     Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan.
5.     Pidana tutupan
  • Pidana Tambahan, yang terdiri dari :
1.     Pencabutan hak-hak tertentu
2.     Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3.     Pengumuman keputusan hakim
Di dalam UU No. 39 Tahun 2007 berlaku beberapa hukuman dan pidana bagi pelanggar peraturan dalam undang-undang ini. Pidana dalam undang-undang tentang cukai ini terdapat pidana pokok yaitu pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Selain pidana pokok, dalam undang-undang ini juga terdapat pidana tambahan yaitu perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu. Berikut bunyi pidana yang tertera dalam UU No. 39 tahun 2007 :
KETENTUAN PIDANA
Pasal 50
     Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 51
     Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 52
      Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan Tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 53
      Barangsiapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19, atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 54
    Barangsiapa menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 55
Barangsiapa secara melawan hukum:
1.     membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau
2.     membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau
3.     mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 56
    Barangsiapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan Barang Kena Cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 57
     Barangsiapa tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau denda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 58
   Barangsiapa menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai kepada tidak berhak, atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 59
(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya.
(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.
Pasal 60
   Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana.
Pasal 61
(1) Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap:
a. badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau
b. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.
(2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh seorang lain.
(4) Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.
Pasal 62
(1) Barang Kena Cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dirampas negara.
(2) Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara.
(3) Ketentuan tentang penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


SIFAT DARI HUKUM

Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memerikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya.
      
    UU No. 39 tahun 2007 ini bersifat mengatur, hal ini dibuktikan dalam tujuan dari undang-undang ini yaitu bertujuan untuk membina dan mengatur kewajiban cukai yang hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama.
     
    Peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan juga dimiliki oleh UU No. 39 Tahun 2007. Undang-undang  ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang.

           
TUJUAN HUKUM

Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
            
    Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. UU No. 39 Tahun 2007 ini bertujuan untuh lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan serta meningkatkan penerimaan cukai. Selain itu, materi Undang-undang ini bertujuan untuk membina dan mengatur, juga memperhatikan prinsip :
  • keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama;
  • pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional, yaitu berupa fasilitas pembebasan cukai;
  • pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan keamanan;
  • netral dalam pemungutan cukai yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian nasional;
  • kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat;
  • kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional;
  • pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
Menurut saya, UU No. 39 Tahun 2007 sesuai dengan tujuan dari hukum yaitu UU tentang cukai ini bertujuan untuk keseimbangan dan keadilan di masyarakat.


SUMBER-SUMBER HUKUM
    
    Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal :
  a. Sumber-sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsatat dan sebagainya.
          Contoh :
  • Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum
  • Seorang ahli kemasyarakatan (sosiologi) mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
  b. Sumber-sumber Hukum Formal antara lain :
  • Undang-undang (Statute)
   Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
  • Kebiasaan (Costum)
    Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan huku yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
  • Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
   Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
  • Traktat (Treaty)
   Jika traktat diadaka oleh dua negara maka traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian internasional yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China tentang “Dwi-Kewarganegaraan”. Jika diadakan oleh lebih dari dua negara , maka traktat itu disebut Traktat Multilateral misalnya perjanjian internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropah (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropah.
  • Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
    Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengeni soal yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.

     UU No. 39 Tahun 2007 merupakan sumber hukum formal, yaitu Undang-Undang.  Sesuai dengan pengertian undang-undang itu sendiri, UU No. 39 Tahun 2007 ini juga memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan diadakan oleh penguasa negara atau badan-badan resmi yang berwajib seperti yang tertera dalam undang-undang ini :
10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.
11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.


PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1.        Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
     Berdasarkan atau pada bersumber Undang-undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundanga di Indonesia terdiri dari :
  • Undang-Undang Dasar (UUD)
  •  Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat
  • Peraturan Pemerintah Tingkat Pusat
  • Peraturan Pemerintah Tingkat Daerah
2.        Masa Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
     Bentuk dan tata urutan peraturan-perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPRS No. XXMPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah :
  • Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD-1945)
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
  • Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden (KEPRES)
  • Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
           
KODEFIKASI HUKUM

    KODIFIKASI adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara lain :
      1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law)
        Hukum Tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.

2. Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law)
        Hukum tak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).

     UU No. 39 tahun 2007 ini merupakan hukum tertulis, karena hukum ini sudah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan dan disahkan di Jakarta, 15 Agustus 2007.


MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM

1. Menurut Sumbernya
  • Hukum Undang-Undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
  • Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
  • Hukum Traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
  • Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
      Menurut saya UU No. 39 Tahun 2007 berdasarkan pembagian hukum menurut sumbernya termasuk Hukum Undang-Undang.

2. Menurut bentuknya
  • Hukum Tertulis
  • Hukum Tak Tertulis
    Menurut bentuknya UU No. 39 Tahun 2007 termasuk hukum tertulis karena seperti yang sudah dibahas sebelumnya, undang-undang ini dalam bentuk tertulis dan telah ditempatkan di Lembaran Negara Republik Indonesia.

3. Menurut tempat berlakunya
  • Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara
  • Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
  • Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain
  • Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para anggota-anggotanya.
     Menurut tempat berlakunya undang-undang ini termasuk hukum nasional karena undang-undang ini berlaku di negara Indonesia.

4. Menurut Waktu Berlakunya
  • Ius Contitutum (Hukum Positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
  • Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
  • Hukum Asasi (hukum), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
   Menurut waktu berlakunya, undang-undang ini termasuk Ius Contitutum karena hukum ini berlaku dan disahkan dari tahun 2007 hingga sekarang.

5. Menurut Cara Mempertahankannya
  • Hukum Material, yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan.
  • Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara hakim memberi putusan.
      UU No. 39 Tahun 2007 ini termasuk hukum material karena berisikan perintah dan larangan.

6. Menurut Sifatnya
  • Hukum yang memaksa
  • Hukum yang mengatur
     Hukum ini juga bersifat memakasa dan mengatur seperti yang sudah dijelaskan pada sub bahasan di atas.

7. Menurut Wujudnya
  • Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
  • Hukum Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Pembagian hukum jenis ini kini sudah jarang digunakan orang.
     UU No. 39 Tahun 2007 ini termasuk hukum objektif karena undang-undang ini berlaku di negara Indonesia dan bersifat umum, semua orang yang membawa atau memiliki barang kena cukai akan dikenakan tarif. Dan siapapun pelanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini.

8. Menurut Isinya
  • Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
  • Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara).   
     Menurut saya, UU No. 39 Tahun 2007 merupakan Hukum Publik karena undang-undang ini mengatur hubungan antara negara yaitu pungutan pajak negara terhadap seseorang yang kedapatan membawa atau memiliki barang kena pajak.


HUKUM SIPIL DAN HUKUM PUBLIK

a. Hukum Sipil

Hukum sipil dalam arti luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Orang sering memeprsamakan hukum sipil dengan hukum perdata. Dalam arti luas, hukum perdata merupakan bagian dari hukum sipil. Namun dalam arti sempit hukum perdata sama dengan hukum sipil.

b. Hukum Publik
, terdiri dari :
  • Hukum tata Negara : hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungn kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain dan hubungan antara negara dengan bagian-bagian negara.
  • Hukum Administrasi Negara (pidana=hukuman) : hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggar.
  • Hukum Internasional.
      UU No. 39 Tahun 2007 termasuk Hukum Administrasi Negara, karena undang-undang ini berisikan perintah dan larangan dan memberlakukan sanksi bagi pelanggarnya. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dan tertera dalam UU No. 39 tahun 2007.






Referensi :

Bahan Ajar Aspek Hukum dalam Ekonomi Bab 1 "Pengertian dan Tujuan Hukum" (pdf)
Tersedia :

Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai (pdf)
Tersedia :