Semua
barang yang masuk maupun keluar dari wilayah Republik Indonesia haruslah diatur
dan dikendalikan. Untuk itu dibuatlah Undang-Undang yang mengatur hal tersebut
yaitu UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Seiring berjalannya waktu dan
perkembangan yang terjadi di Indonesia, UU No. 10 tahun 1995 tentang kepabeanan
dirasa sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepabeanan sehingga perlu
dilakukan perubahan. Sehubungan dengan itu, maka telah diputuskan dan disahkan
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan. Di dalam perubahan ini ada beberapa pasal yang diubah maupun
dihapus. "Pengendali Lalulintas Barang, Udang-Undang Kepabeanan Optimalkan
Pencegahan Penyelundupan", hal ini sejalan dengan tujuan dari Undang-Undang
Kepabeanan yaitu untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas
lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, namun mengingat
letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya
berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka perlu dilakukan
pengawasan terhadap pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di
dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus
pengangkutan antar pulau, khususnya untuk barang tertentu. Selain itu
dengan dikenakannya bea masuk atau bea keluar dapat meningkatkan pungutan pajak
negara. Pada kesempatan kali ini saya tertarik untuk
menganalisis produk hukum ini, yaitu UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Saya akan menganalisis
produk hukum ini dengan hal-hal yang berkaitan dengan hukum seperti pengertian
hukum, unsur hukum, ciri hukum, sifat hukum, tujuan hukum, sumber hukum,
kodefikasi hukum, pembagian hukum serta hukum sipil dan hukum publik.Setelah
melakukan analisis ini dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
ini memiliki kesamaan dan kesesuaian dengan hukum.
PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI
1. Prof. Mr.
E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht” :
Hukum ialah semua aturan yang mengatur pertimbangan ke susilaan, ditujukan
kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi
Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya”.
2. Leon Duguit :
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, antara yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan
dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbukan reaksi bersama
terhadap orng yang melakukan pelanggaran itu”.
3. Immanuel
Kant : “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
Jadi menurut
saya dapat disimpulkan bahwa hukum adalah seluruh peraturan yang mangatur
tingkah laku manusia, bersifat memaksa dan memiliki sanksi bagi pelanggarnya
yang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dengan tertib.
DEFINISI
HUKUM SEBAGAI PEGANGAN
Menurut
Drs. E. Utrecht, SH “Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”. Definisi yang
diberikan Drs. E. Utrecht, SH itu merupakan pegangan semata yang maksudnya
menjadi suatu pedoman bagi setiap wisatawan hukum yang sedang bertamasya di
alam hukum. Selain Utrecht, beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah
berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang di antaranya ialah:
a) S.M Amin, SH
Dalam
buku beliau berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum,” hukum yang dirumuskan sebagai
berikut: “Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara.
b) J.C.T Simorangkir, S.H dan
Woerjono Sastropranoto, S.H
Dalam
buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan
definisi hukum sebagai berikut: “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu hukuman
tertentu.”
c) M.H.
Tirtamidjaya, S.H
Dalam
buku beliau “Pokok-pokok Hukum Perniagaan” ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua
aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam
pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar
aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang
yang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan sebaginya.”
Secara
keseluruhan menurut saya pengertian hukum yang telah diuraikan di atas sejalan
dengan isi dari UU No. 17 tahun 2006 karena berisikan peraturan, perintah dan
larangan, bersifat mengatur dan memaksa serta memiliki sanksi dalam pelaksanaan
kepabeanan.Semua peraturan, perintah, larangan serta sanksi-sanksi yang berlaku
tentang pabeanan sudah tercantum dalam undang-undang ini secara jelas.
UNSUR-UNSUR
HUKUM
- Peraturan mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat
- Peraturan itu diadakan oleh
badan-badan resmi yang berwajib
- Peraturan itu bersifat memaksa
- Sanksi terhadap peraturan itu
adalah tegas
Dari
uraian unsur-unsur hukum di atas, menurut saya UU No. 17 tahun
2006 sesuai dengan unsur-unsur hukum yaitu diadakan oleh badan-badan resmi
yang berwajib karena Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No.
10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini telah diputuskan dengan
persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden
Republik Indonesia.Di dalam undang-undang ini juga disebutkan beberapa badan
resmi yang berwajib seperti Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktur
Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Unsur hukum lainnya yang sesuai dengan unsur UU No. 17 Tahun 2006 adalah peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan. Undang-undang ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.
CIRI-CIRI HUKUM
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
- Adanya perintah dan/atau larangan
- Perintah dan/atau larangan itu
harus patuh ditaati setiap orang
Di
dalam UU No. 17 Tahun 2006 ini tertera perintah
untuk membayar pungutan bea masuk maupun bea keluar terhadap
barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan yang seluruh ketentuan
dan tarifnya tertera dalam Undang-undang ini, serta memenuhi kewajiban
pabeanan. UU No. 17 tahun 2006 ini juga berisikan larangan yang
berbunyi sebagai berikut :
BAB X
LARANGAN DAN PEMBATASAN
IMPORATAU EKSPOR, PENANGGUHAN IMPOR
ATAU EKSPOR BARANG
HASILPELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL, DAN PENINDAKAN
ATASBARANG YANG TERKAIT DENGAN
TERORISME DAN/ATAUKEJAHATAN
LINTAS NEGARA
57.
Ketentuan Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 53
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Untuk
kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan,
instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas
impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.
(2)
Ketentuan mengenai pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan/atau
pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan peraturan menteri.
(3) Semua
barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor
atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas
permintaan importir atau eksportir:
- dibatalkan ekspornya;
- diekspor kembali; atau
- dimusnahkan di bawah pengawasan
pejabat beadan cukai kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)
Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak
diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang
yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap
barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang undangan yang
berlaku.
Barang
siapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu Kaidah Hukum akan dikenakan sanksi
sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum yang berupa hukuman. Hukuman atau
pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) ialah :
a. Pidana
Pokok, yang terdiri dari :
1) Pidana
mati
2) Pidana
penjara:
· Seumur
hidup
· Sementara
(setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana
penjara selama waktu tertentu.
3) Pidana
kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun.
4) Pidana
denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5) Pidana
tutupan
b. Pidana
Tambahan, yang terdiri dari :
1) Pencabutan
hak-hak tertentu
2) Perampasan
(penyitaan) barang-barang tertentu
3) Pengumuman
keputusan hakim
UU
No. 17 Tahun 2006 berlaku beberapa hukuman dan pidana
bagi para pelanggar peraturan dalam undang-undang ini.
Pidana yang tercantum dalam undang-undang
tentang kepabeanan ini adalah pidana pokok yaitu pidana
penjara, pidana kurungan dan sanksi administrasi berupa denda. Selain
pidana pokok, dalam undang-undang ini juga terdapat pidana tambahan yaitu
perampasan (penyitaan) atau penyegelan barang-barang tertentu.
Berikut bunyi pidana yang tertera dalam UU No. 17 tahun 2006 :
Pasal 82
(1)
Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor
atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan.
(2)
Pejabat bea dan cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut,
pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat,
atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana
pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan
diperiksa.
(3) Jika
permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi:
a. pejabat
bea dan cukai berwenang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atas risiko dan biaya yang bersangkutan; dan
b. yang
bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).
(4)
Dihapus.
(5)
Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam
pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea
masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus
persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu
persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
(6)
Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam
pemberitahuan pabean atas ekspor yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan
negara di bidang ekspor dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
100% (seratus persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar
dan paling banyak1.000% (seribu persen) dari pungutan negara dibidang ekspor
yang kurang dibayar.
Pasal 102
Setiap
orang yang:
a) mengangkut
barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7A ayat (2);
b) membongkar
barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor
pabean;
c) membongkar
barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);
d) membongkar
atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain
tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan;
e) menyembunyikan
barang impor secara melawan hukum;
f) mengeluarkan
barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean
atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain dibawah pengawasan
pabean tanpa persetujuan pejabatbea dan cukai yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini;
g) mengangkut
barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat
yang tidaksampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal
tersebut di luar kemampuannya; atau
h) dengan
sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan
pabean secara salah,
dipidana
karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 102A
Setiap
orang yang:
a. mengekspor
barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;
b. dengan
sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan
pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat(1) yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor;
c. memuat
barang ekspor di luar kawasan pabean tanpaizin kepala kantor pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);
d. membongkar
barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau
e. mengangkut
barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan
pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1)
dipidana
karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 102B
Pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 danPasal 102A yang mengakibatkan
terganggunya sendi-sendi perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana dendap aling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 102C
Dalam hal
perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, Pasal 102A, Pasal
102B dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidana yang dijatuhkan
dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3
(satu pertiga).
Pasal 102D
Setiap
orang yang mengangkut barang tertentu yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan
dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 103
Setiap
orang yang:
a. menyerahkan
pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau
dipalsukan;
b. membuat,
menyetujui, atau turut serta dalam pemalsuan data ke dalam buku atau catatan;
c. memberikan
keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan
kewajiban pabean; atau
d. menimbun,
menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan
barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 103A
(1)
Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang berkaitan
dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap
orang yang:
a. mengangkut
barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102,
Pasal 102A, atau Pasal 102B;
b. memusnahkan,
memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut
Undang-Undang ini harus disimpan;
c. menghilangkan,
menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari pemberitahuan
pabean,dokumen pelengkap pabean, atau catatan; atau
d. menyimpan
dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomisili di
luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan
pabean menurut Undang-Undang ini
dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membuka, melepas, atau merusak kunci,
segel atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh pejabat bea dan cukai
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
SIFAT HUKUM
Hukum
memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan hidup
kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati tata-tertib dalam
masyarakat serta memerikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa
yang tidak mau mentaatinya.
Menurut
saya UU No. 17 tahun 2006 ini memiliki sifat yang sama
dengan hukum yaitu bersifat mengatur, hal ini dibuktikan dalam tujuan dari
undang-undang kepabeanan yaitu bertujuan untuk mengatur
dan melakukan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar
daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean
Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan
penindakan penyeludupan. Daerah Pabeanan adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku Undang-Undang ini.
UU No. 17 tahun 2006 ini selain bersifat mengatur, juga bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan. Undang-undang ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana maupun denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.
TUJUAN HUKUM
Untuk
menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat,
diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran
tiap-tiap anggota masyarakat itu. Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas
keadilan dari masyarakat itu.
Kepabeanan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas
barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan serta pemungutan bea masuk dan
bea keluar. Bea masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang
Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Sedangkan bea keluar
adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan
terhadap barang ekspor. Tujuan dikenakannya bea keluar terhadap barang ekspor
adalah :
- menjamin terpenuhinya kebutuhan
dalam negeri;
- melindungi kelestarian sumber daya
alam;
- mengantisipasi kenaikan harga yang
cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
- menjaga stabilitas harga komoditi
tertentu dalam negeri.
Di
dalam Undang-Undang ini telah disebutkan pada lembar pertama bahwa tujuan dari
UU No. 17 Tahun 2006 yaitu :
- untuk lebih menjamin kepastian
hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik,
- untuk mendukung upaya peningkatan
dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan
global,
- untuk mendukung kelancaran arus
barang,
- meningkatkan efektivitas
pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean
Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia,
- serta untuk mengoptimalkan
pencegahan dan penindakan penyeludupan.
Setelah
melihat tujuan dari UU No. 17 Tahun 2006, menurut saya tujuan dari
Undang-Undang ini sejalan dengan tujuan hukum yaitu untuk menjamin adanya
kepastian hukum dan keadilan serta mengatur tingkah laku masyarakat demi
tercapainya kesejahteraan rakyat.
SUMBER-SUMBER
HUKUM
Sumber
hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan yang jika dilanggar mengakibatkan
sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi
material dan segi formal :
1. Sumber-sumber
hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah sosiologi, filsatat dan sebagainya.
Contoh :
- Seorang ahli ekonomi akan
mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang
menyebabkan timbulnya Hukum.
- Seorang ahli kemasyarakatan
(sosiologi) mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2. Sumber-sumber
Hukum Formal antara lain :
a. Undang-undang
(Statute)
Undang-undang
ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b. Kebiasaan
(Costum)
Kebiasaan
ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama.
Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu
selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum
maka dengan demikian timbulah suatu kebiasaan huku yang oleh pergaulan hidup
dipandang sebagai hukum.
c. Keputusan-keputusan
Hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi
adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar
keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
Ada dua macam jurisprudensi yaitu :
· Jurisprudensi
Tetap : keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang
menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
· Jurosprudensi
Tidak tetap
d. Traktat
(Treaty)
Jika
traktat diadaka oleh dua negara maka traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya
perjanjian internasional yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Rakyat China tentang “Dwi-Kewarganegaraan”. Jika diadakan
oleh lebih dari dua negara , maka traktat itu disebut Traktat Multilateral
misalnya perjanjian internasional tentang pertahanan bersama negara-negara
Eropah (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropah.
e. Pendapat
Sarjana Hukum (Doktrin)
Dalam
penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut
(mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengeni soal yang harus
diselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana
seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Dari
penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 17 tahun 2006 ini
termasuk dalam sumber hukum formal yaitu Undang-Undang. Karena hal ini sesuai
dengan pengertian Undang-Undang itu sendiri, Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
ini juga memiliki kekuatan hukum dan diadakan oleh penguasa Negara atau
badan-badan resmi yang berwajib seperti yang sudah saya jelaskan pada sub judul
“Unsur-Unsur Hukum” di atas bahwa UU No. 17 tahun 2006 ini telah
diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.Di dalam undang-undang ini juga
disebutkan beberapa badan resmi yang berwajib seperti Menteri Keuangan Republik
Indonesia, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
PERATURAN
PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Masa
Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan
atau pada bersumber Undang-undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949,
peraturan perundanga di Indonesia terdiri dari :
- Undang-Undang Dasar (UUD)
- Undang-Undang (biasa) dan
Undang-Undang Darurat
- Peraturan Pemerintah Tingkat Pusat
- Peraturan Pemerintah Tingkat
Daerah
2. Masa
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk
dan tata urutan peraturan-perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut
Ketetapan MPRS No. XXMPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No.
V/MPR/1973) adalah :
- Undang-undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD-1945)
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Ketetapan MPR)
- Undang-undang (UU) dan Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden (KEPRES)
- Peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya.
UU No. 17
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini
telah diputuskan dan ditetapkan pada tahun 2006. Dari penjelasan di atas,
Undang-Undang ini termasuk dalam masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
KODEFIKASI
HUKUM
KODIFIKASI merupakan pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Menurut
bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara lain :
1. Hukum
Tertulis (Statute Law = Written Law)
Hukum
Tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum Tak
Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law)
Hukum tak
tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut
juga hukum kebiasaan).
Dari
kedua bentuk hukum tersebut, menurut saya UU No. 17 Tahun 2006 ini
merupakan hukum tertulis (Statute Law = Written Law),
karena Undang-Undang ini sudah ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia. Undang-undang ini telah disahkan dan diundangkan di
Jakarta, 15 Nopember 2006.
MACAM-MACAM
PEMBAGIAN HUKUM
1. Menurut
Sumbernya
- Hukum Undang-Undang, yaitu hukum
yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat), yaitu
hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan kebiasaan
- Hukum Traktat, yaitu hukum
yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara
(traktat)
- Hukum jurisprudensi, yaitu hukum
yang terbentuk karena keputusan hakim.
Menurut
saya UU No. 17 Tahun 2006 berdasarkan pembagian hukum menurut
sumbernya termasuk Hukum Undang-Undang.
2. Menurut
bentuknya
- Hukum Tertulis
- Hukum Tak Tertulis
Menurut
bentuknya UU No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum tertulis karena
seperti yang sudah saya bahas pada sub
judul sebelumnya, Undang-Undang ini merupakan
hukum tertulis dan telah ditempatkan di Lembaran Negara Republik
Indonesia.
3. Menurut
tempat berlakunya
- Hukum nasional, yaitu hukum
yang berlaku dalam suatu negara
- Hukum
Internasional,
yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
- Hukum Asing, yaitu hukum
yang berlaku di negara lain
- Hukum Gereja, yaitu kumpulan
norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para anggota-anggotanya.
Menurut
tempat berlakunya UU No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum nasional
karena Undang\undang ini berlaku di negara Indonesia. Di dalam
Undang-Undang ini mengatur barang yang masuk atau keluar daerah pabeanan.
Di mana Daerah Pabeanan sendiri adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya
berlaku Undang-Undang ini.
4. Menurut
Waktu Berlakunya
- Ius Contitutum (Hukum
Positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum, yaitu hukum
yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum), yaitu
hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di
dunia.
Menurut
waktu berlakunya, undang-undang ini termasuk Ius Contitutum
karena Undang-Undang ini berlaku, disahkan dan
diundangkan dari tahun 2006 hingga sekarang.
5. Menurut
Cara Mempertahankannya
- Hukum Material, yaitu hukum
yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan
berwujud perintah-perintah dan larangan.
- Hukum formal, yaitu hukum
yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan
sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara hakim memberi
putusan.
UU
No. 17 Tahun 2006 termasuk hukum material,
karena Undang-Undang ini berisikan perintah dan larangan sesuai
dengan hukum material.
6. Menurut
Sifatnya
- Hukum yang memaksa
- Hukum yang mengatur
Menurut
sifatnya, Undang-Undang No. 17 tahun 2006 ini juga bersifat memaksa dan
mengatur seperti yang sudah saya jelaskan pada sub bahasan di atas.
7. Menurut
Wujudnya
- Hukum objektif, yaitu hukum
dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau
golongan tertentu.
- Hukum Subjektif, yaitu hukum
yang timbul dari Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau
lebih. Pembagian hukum jenis ini kini sudah jarang digunakan orang.
Berdasarkan
wujudnya, UU No.17 Tahun 2006 ini termasuk hukum objektif karena
undang-undang ini berlaku di negara Indonesia dan bersifat umum. Undang-Undang
ini juga tidak mengenal orang atau golongan tertentu, siapa pun yang kedapatan
memiliki atau membawa barang masuk/keluar daerah kepabeanan sesuai dengan
Undang-Undang akan dikenakan bea masuk/bea keluar serta wajib memenuhi
kewajiban pabeanan. Siapa pun yang melanggar ketentuan Undang-undang ini juga
akan dikenakan sanksi.
8. Menurut
Isinya
- Hukum Privat
(Hukum Sipil) yaitu
hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang
yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik
(Hukum Negara) yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan atau
hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara).
UU
No. 17 Tahun 2006 menurut isinya merupakan Hukum Publik
karena Undang-Undang ini mengatur hubungan antara negara dengan
perseorangan. UU No. 17 Tahun 2006 ini mewajibkan setiap orang yang memiliki
atau membawa barang masuk/keluar daerah pabeanan dikenakan pungutan bea
masuk/bea keluar.
HUKUM
SIPIL DAN HUKUM PUBLIK
1. Hukum
Sipil
Hukum
sipil dalam arti luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Orang sering
mempersamakan hukum sipil dengan hukum perdata. Dalam arti luas, hukum perdata
merupakan bagian dari hukum sipil. Namun dalam arti sempit hukum perdata sama
dengan hukum sipil.
2. Hukum
Publik, terdiri dari :
- Hukum tata Negara : hukum
yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta hubungan
kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain dan hubungan antara
negara dengan bagian-bagian negara.
- Hukum Administrasi Negara
(pidana=hukuman) :
hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan
pidana kepada siapa yang melanggar.
- Hukum Internasional
Berdasarkan penjelasan di atas, UU No. 17 Tahun
2006 termasuk Hukum Publik yaitu Hukum Administrasi Negara.Karena di dalam
Undang-Undang ini berisikan
perintah maupun larangan serta memberlakukan sanksi
bagi para pelanggarnya. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dan
tertera secara lengkap dalam UU No. 17 tahun 2006.
3. Perbedaan
Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a. Perbedaan
isinya:
- Hukum
Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang
lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum
Pidana hubungan Hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara)
dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
b. Perbedaan
Pelaksanaannya:
- Pelanggaran
terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah
ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang
mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
- Pelanggaran
terhadap norma-hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh
pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi
pelanggaran terhadap norma-hukum pidana (delik=tindakan pidana), maka
alat-alat perlengkapan Negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera
bertindak.
c. Perbedaan
penafsiran:
- Hukum
Perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interpretasi terhadap
Undang-Undang Hukum Perdata.
- Hukum
Pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang
Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran authentic,
yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri.
Dari
uraian tentang perbedaan antara Hukum Perdata dengan Hukum Pidana, menurut saya
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini lebih medekati ke arah Hukum Pidana. Karena
berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas menurut isinya, UU No. 17 Tahun 2006
mengatur tentang pungutan pajak Negara berupa bea masuk/bea keluar yang wajib
dipenuhi oleh perorangan yang kedapatan membawa atau memiliki barang yang masuk
atauun keluar daerah pabeanan Republik Indonesia.
Perbedaan menurut pelaksanaannya pun lebih mendekati ke arah Hukum Pidana, karena barang siapa yang kedapatan memiliki atau membawa barang keluar/masuk daerah pabeanan namun melanggar ketentuan dan tidak memenuhi kewajiban pabeanan akan langsung ditindak dan diberikan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang ini tanpa adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
PERBEDAAN
ANTARA ACARA PERDATA (HUKUM ACARA PERDATA) DENGAN ACARA PIDANA (HUKUM ACARA
PIDANA)
Hukum
acara perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan
mempertahankan hukum perdata material. Hukum acara pidana ialah hukum yang
mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum pidana
material.
1. Perbedaan
mengadili :
- Hukum acara perdata mengatur
cara-cara mengadili perkara-perkara di pengadilan perdata oleh hakim
perdata.
- Hukum acara pidana mengatur
cara-cara mengadili perkara di pengadilan pidana oleh hakim pidana.
2. Perbedaan
pelaksanaan :
- Pada acara perdata inisiatif
datang dari pihak yang dirugikan.
- Pada acara aidana inisiatif datang
dari penuntut umum.
3. Perbedaan
dalam penuntutan :
- Dalam acara perdata yang menuntut
adalah pihak yang dirugikan
- Dalam acara pidana jaksa menjadi
penuntut terhadap si terdakwa
4. Perbedaan alat-alat bukti :
- Dalam acaara perdata sumpah
merupakan alat bukti.
- Dalam acara pidana ada 4 alat
bukti (tulisan, saksi, persangkaan dan pengakuan).
5. Perbedaan
penarikan kembali suatu perkara :
- Dalam acara perdata sebelum ada
putusan hakim pihak yang bersangkutan boleh menarik lagi perkaranya.
- Dalam acara pidana tidak dapat
ditarik kembali.
6.
Perbedaan kedudukan para pihak :
- Dalam acara perdata pihak-pihak
mempunyai kedudukan yang sama, hakim bersifat pasif.
- Dalam acara pidana jaksa
kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa, hakim juga turut aktif.
7.
Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
- Dalam acara perdata putusan hakim
cukup dengan mendasarkan diri dengan kebenaran formal saja.
- Dalam acara pidana putusan hakim
harus mencari kebenaran material.
8.
Perbedaan hukuman :
- Dalam acara perdata tergugat yang
terbukti kesalahannya dihukum denda atau hukuman kurungan.
- Dalam acara pidana terdakwa
terbukti kesalahannya di pidana mati, penjara, kurungan atau denda.
9.
Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan tingkat banding) :
- Bandingan perkara perdata dari
pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut appel.
- Bandingan perkara pidana dari
pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut revisi.
Berdasarkan
penjelasan di atas mengenai perbedaan antara acara perdata dan acara pidana,
menurut saya UU No. 17 Tahun 2006 ini lebih mengarah ke acara pidana. Karena
dalam undang-undang ini dijelaskan barang siapa yang melanggar ketentuan dan
kedapatan tidak memenuhi kewajiban kepabeanan maka pejabat bea dan
cukai bertindak langsung tanpa adanya pengaduan dan berwenang untuk
mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan serta
membebankan sanksi administrasi terhadap barang impor yang belum
diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang
lain yang harus diawasi menurut Undang-Undang ini yang berada di
sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain.
Referensi
:
Bahan
Ajar Aspek Hukum dalam Ekonomi Bab 1 "Pengertian dan Tujuan Hukum"
(pdf)
Tersedia
:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf [diakses
: 7 Maret 2016]
Undang-Undang
No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan (pdf)
Tersedia
:
http://eodb.ekon.go.id/download/peraturan/undangundang/UU_17_2006.pdf [diakses
: 17 April 2016]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar