Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan
dalam Undang-undang ini. Untuk mengatur dan mengendalikan barang yang ada dan
masuk ke wilayah Indonesia, dikeluarkanlah UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
Namun seiring perkembangan hukum di Indonesia dan untuk lebih memberikan
kepastian hukum, dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Perubahan undang-undang ini
menjadi UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995
tentang Cukai. Dalam postingan saya kali ini saya akan menganalisis salah satu
produk hukum, yaitu UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun
1995 tentang Cukai. Di sini saya akan menganalisis berdasarkan unsur hukum,
ciri hukum, sifat hukum, tujuan hukum, sumber hukum, kodefikasi hukum,
pembagian hukum serta hukum sipil dan hukum publik. Hasil dari analisis ini, UU
No. 39 Tahun 2007 ini sesuai dengan beberapa sub bahasan dalam postingan saya
kali ini. Salah satunya UU No. 39 Tahun 2007 bersifat memaksa, berisikan
perintah dan larangan, terdapat ketentuan hukum pidana bagi pelanggar dan masih
banyak lagi. Agar lebih jelas, mari kita ulas analisis ini satu per satu!
PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI
- Prof.
Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De Algemene begrifen van het Burgerlijk
Recht”. Hukum ialah semua aturan yang mengatur pertimbangan ke susilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi
pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugas-nya”.
- Leon
Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, antara
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar
menimbukan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
- Immanuel
Kant : “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas
dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
Jadi dapat disimpulkan
bahwa hukum adalah seluruh peraturan yang mangatur tingkah laku manusia,
bersifat memaksa dan memiliki sanksi bagi pelanggarnya yang bertuuan
untuk melindungi kepentingan masyarakat dengan tertib.
UNSUR-UNSUR HUKUM
- Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
- Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
- Peraturan
itu bersifat memaksa
- Sanksi
terhadap peraturan itu adalah tegas
UU No. 39 tahun 2007
sesuai dengan unsur-unsur hukum yaitu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib karena Undang-Undang tentang Perubahan atas Udang-Undang No. 11 Tahun
1995 tentang Cukai ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.
Peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan juga dimiliki oleh UU No. 39 Tahun 2007. Undang-undang ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang.
CIRI-CIRI HUKUM
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat
mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
- Adanya
perintah dan/atau larangan
- Perintah
dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
UU No. 39 Tahun 2007 ini
berisikan perintah untuk membayar cukai terhadap barang kena cukai yang seluruh
ketentuan dan tarifnya tertera dalam Undang-undang ini. UU No. 39 tahun 2007
juga berisikan larangan yang berbunyi sebagai berikut :
LARANGAN
Pasal 30
(1) Di dalam Pabrik dilarang menghasilkan barang
selain Barang Kena Cukai yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku terhadap:
a. Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara
terpadu barang lain yang bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan
etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong;
b. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku terhadap:
1. Pabrik etil alkohol yang memproduksi secara terpadu barang lain yang
bukan merupakan Barang Kena Cukai dengan menggunakan etil alkohol sebagai bahan
baku atau bahan penolong;
2. Pabrik Barang Kena Cukai selain etil alkohol yang menghasilkan
barang lainnya yang bukan Barang Kena Cukai, sepanjang di dalam Pabrik tersebut
dilakukan pemisahan secara fisik antara Barang Kena Cukai dan bukan Barang Kena
Cukai, baik dalam produksinya maupun tempat penimbunan bahan baku atau bahan
penolong dan hasil produksi akhirnya.
Ketentuan Pasal 31 ayat (3) diubah sehingga
Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) Di dalam tempat penyimpanan dilarang:
a. menyimpan barang kena cukai yang telah dilunasi
cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai;
b. menyimpan barang selain barang kena cukai
yang ditetapkan dalam surat izin bersangkutan.
(2) Barang kena cukai yang telah dilunasi
cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam
tempat penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan
pembebasan cukai.
(3) Pengusaha tempat penyimpanan yang melanggar
ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
29. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Di dalam pabrik, tempat usaha importir
barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan tempat penjualan eceran, yang
pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya dilarang:
a. menyimpan atau menyediakan pita cukai
dan/atau tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dipakai; dan/atau
b. menyimpan atau menyediakan pengemas barang
kena cukai yang telah dipakai dengan pita cukai dan/atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang masih utuh.
(2) Pengusaha pabrik, importir barang kena
cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran, yang pelunasan
cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya, yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai
cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau
tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai.
Barang siapa yang dengan
sengaja melanggar sesuatu Kaidah Hukum akan dikenakan sanksi sebagai akibat
pelanggaran Kaedah Hukum yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu
bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) ialah :
- Pidana
Pokok, yang terdiri dari :
1. Pidana mati
2. Pidana penjara:
3. Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari
dan setinggi-tingginya satu tahun
4. Pidana denda (sebagai pengganti hukuman
kurungan.
5. Pidana tutupan
- Pidana
Tambahan, yang terdiri dari :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
Di dalam UU No. 39 Tahun 2007 berlaku beberapa
hukuman dan pidana bagi pelanggar peraturan dalam undang-undang ini. Pidana
dalam undang-undang tentang cukai ini terdapat pidana pokok yaitu pidana
penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Selain pidana pokok, dalam
undang-undang ini juga terdapat pidana tambahan yaitu perampasan (penyitaan)
barang-barang tertentu. Berikut bunyi pidana yang tertera dalam UU No. 39 tahun
2007 :
KETENTUAN PIDANA
Pasal 50
Barangsiapa tanpa memiliki
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat
Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan
cara pelekatan pita cukai yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan
pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali
nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 51
Pengusaha Pabrik yang tidak
melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a atau
Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana
dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak
sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 52
Pengusaha Pabrik atau
Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik
atau Tempat Penyimpanan Tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana
penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai
cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 53
Barangsiapa membuat,
menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal
17, dan Pasal 19, atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 54
Barangsiapa menawarkan,
menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang
tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 55
Barangsiapa secara melawan hukum:
1. membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau
2. membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu
atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau
3. mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk
dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai, dipidana dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak dua puluh kali nilai
cukai yang seharusnya dibayar.
Pasal 56
Barangsiapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan Barang Kena Cukai yang berasal dari tindak
pidana berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling
lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang
seharusnya dibayar.
Pasal 57
Barangsiapa tanpa izin
membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau denda pengaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 58
Barangsiapa menawarkan, menjual,
atau menyerahkan pita cukai kepada tidak berhak, atau membeli, menerima, atau
menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling
lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang
seharusnya dibayar.
Pasal 59
(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh
yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan
sebagai gantinya.
(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan
paling lama enam bulan.
Pasal 60
Tindak pidana dalam Undang-undang
ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya
tindak pidana.
Pasal 61
(1) Jika suatu tindak pidana menurut
Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, perseroan,
perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi
pidana dijatuhkan terhadap:
a. badan hukum, perseroan, perusahaan,
perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau
b. mereka yang memberikan perintah untuk
melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang
melalaikan pencegahannya.
(2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini
dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan,
perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh
orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain,
bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan,
yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orang-orang itu
masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan
terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada
waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari
seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang
dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh seorang lain.
(4) Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan,
perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang
ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam
dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak
pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.
Pasal 62
(1) Barang Kena Cukai yang tersangkut tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dirampas negara.
(2) Barang-barang lain yang tersangkut tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara.
(3) Ketentuan tentang penyelesaian atas barang
yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
SIFAT DARI HUKUM
Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memerikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya.
UU No. 39 tahun 2007 ini
bersifat mengatur, hal ini dibuktikan dalam tujuan dari undang-undang ini yaitu
bertujuan untuk membina dan mengatur kewajiban cukai yang hanya dibebankan
kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak
yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang
sama.
Peraturan bersifat memaksa
dan terdapat sanksi terhadap peraturan juga dimiliki oleh UU No. 39 Tahun 2007.
Undang-undang ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika
dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda
sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang.
TUJUAN HUKUM
Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan
kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan pengenaannya berdasarkan
sifat atau karakteristik objek cukai. UU No. 39 Tahun 2007 ini bertujuan untuh
lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan serta meningkatkan penerimaan
cukai. Selain itu, materi Undang-undang ini bertujuan untuk membina dan
mengatur, juga memperhatikan prinsip :
- keadilan
dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada
orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak
yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang
sama;
- pemberian
insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional, yaitu
berupa fasilitas pembebasan cukai;
- pembatasan
dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan
keamanan;
- netral
dalam pemungutan cukai yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian
nasional;
- kelayakan
administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat
dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh
anggota masyarakat;
- kepentingan
penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang
ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat
mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional;
- pengawasan
dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang ini.
Menurut saya, UU No. 39
Tahun 2007 sesuai dengan tujuan dari hukum yaitu UU tentang cukai ini bertujuan
untuk keseimbangan dan keadilan di masyarakat.
SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber hukum ialah segala apa
saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa, yakni aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan
nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi
formal :
a. Sumber-sumber hukum
material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut
ekonomi, sejarah sosiologi, filsatat dan sebagainya.
Contoh :
- Seorang ahli
ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat
itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum
- Seorang
ahli kemasyarakatan (sosiologi) mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum
ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
b. Sumber-sumber Hukum Formal antara lain :
- Undang-undang
(Statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan
negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh
penguasa negara.
- Kebiasaan
(Costum)
Kebiasaan ialah perbuatan
manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu
kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan
dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan
demikian timbulah suatu kebiasaan huku yang oleh pergaulan hidup dipandang
sebagai hukum.
- Keputusan-keputusan
Hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim
kemudian mengenai masalah yang sama.
- Traktat (Treaty)
Jika traktat diadaka oleh dua
negara maka traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian internasional
yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik
Rakyat China tentang “Dwi-Kewarganegaraan”. Jika diadakan oleh lebih dari dua
negara , maka traktat itu disebut Traktat Multilateral misalnya perjanjian
internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropah (NATO) yang
diikuti oleh beberapa negara Eropah.
- Pendapat
Sarjana Hukum (Doktrin)
Dalam penetapan apa yang akan
menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang
sarjana hukum mengeni soal yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana
hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan
hakim tersebut.
UU No. 39 Tahun 2007
merupakan sumber hukum formal, yaitu Undang-Undang. Sesuai dengan
pengertian undang-undang itu sendiri, UU No. 39 Tahun 2007 ini juga memiliki
kekuatan hukum yang mengikat dan diadakan oleh penguasa negara atau badan-badan
resmi yang berwajib seperti yang tertera dalam undang-undang ini :
10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah
unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan
dan cukai.
11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik
Indonesia.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal
Bea dan Cukai.
13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai
Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk
melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.
PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada
bersumber Undang-undang Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan
perundanga di Indonesia terdiri dari :
- Undang-Undang
Dasar (UUD)
- Undang-Undang (biasa) dan Undang-Undang Darurat
- Peraturan
Pemerintah Tingkat Pusat
- Peraturan
Pemerintah Tingkat Daerah
2. Masa Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk dan tata urutan
peraturan-perundangan Republik Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPRS
No. XXMPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah :
- Undang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD-1945)
- Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
- Undang-undang
(UU) dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
- Peraturan
Pemerintah
- Keputusan
Presiden (KEPRES)
- Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya.
KODEFIKASI HUKUM
KODIFIKASI adalah pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara lain :
1. Hukum Tertulis
(Statute Law = Written Law)
Hukum Tertulis
adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten Law)
Hukum tak
tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-peraturan (disebut
juga hukum kebiasaan).
UU No. 39 tahun 2007 ini merupakan hukum
tertulis, karena hukum ini sudah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia. Diundangkan dan disahkan di Jakarta, 15 Agustus 2007.
MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
1. Menurut Sumbernya
- Hukum Undang-Undang,
yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam
peraturan-peraturan kebiasaan
- Hukum Traktat,
yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian
antar negara (traktat)
- Hukum jurisprudensi,
yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Menurut saya UU No. 39
Tahun 2007 berdasarkan pembagian hukum menurut sumbernya termasuk Hukum
Undang-Undang.
2. Menurut bentuknya
- Hukum
Tertulis
- Hukum
Tak Tertulis
Menurut bentuknya UU No. 39
Tahun 2007 termasuk hukum tertulis karena seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, undang-undang ini dalam bentuk tertulis dan telah ditempatkan di
Lembaran Negara Republik Indonesia.
3. Menurut tempat berlakunya
- Hukum nasional,
yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara
- Hukum Internasional,
yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
- Hukum Asing,
yaitu hukum yang berlaku di negara lain
- Hukum Gereja,
yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para
anggota-anggotanya.
Menurut tempat berlakunya
undang-undang ini termasuk hukum nasional karena undang-undang ini berlaku di
negara Indonesia.
4. Menurut Waktu Berlakunya
- Ius Contitutum (Hukum
Positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum,
yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum), yaitu
hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di
dunia.
Menurut waktu berlakunya,
undang-undang ini termasuk Ius Contitutum karena hukum ini berlaku dan disahkan
dari tahun 2007 hingga sekarang.
5. Menurut Cara Mempertahankannya
- Hukum Material,
yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur
kepentingan dan hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan.
- Hukum formal,
yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana
cara mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara
hakim memberi putusan.
UU No. 39 Tahun 2007
ini termasuk hukum material karena berisikan perintah dan larangan.
6. Menurut Sifatnya
- Hukum
yang memaksa
- Hukum
yang mengatur
Hukum ini juga bersifat memakasa dan mengatur
seperti yang sudah dijelaskan pada sub bahasan di atas.
7. Menurut Wujudnya
- Hukum
objektif, yaitu hukum dalam suatu
negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
- Hukum
Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari
Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Pembagian
hukum jenis ini kini sudah jarang digunakan orang.
UU No. 39 Tahun 2007 ini
termasuk hukum objektif karena undang-undang ini berlaku di negara Indonesia
dan bersifat umum, semua orang yang membawa atau memiliki barang kena cukai
akan dikenakan tarif. Dan siapapun pelanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai
ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini.
8. Menurut Isinya
- Hukum
Privat (Hukum Sipil) yaitu
hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang
yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum
Publik (Hukum Negara) yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapan atau
hubungan antara negara dengan perseorangan (warganegara).
Menurut saya, UU No. 39 Tahun 2007
merupakan Hukum Publik karena undang-undang ini mengatur hubungan antara negara
yaitu pungutan pajak negara terhadap seseorang yang kedapatan membawa atau memiliki
barang kena pajak.
HUKUM SIPIL DAN HUKUM PUBLIK
a. Hukum Sipil
Hukum sipil dalam arti luas meliputi hukum perdata dan hukum dagang. Orang sering memeprsamakan hukum sipil dengan hukum perdata. Dalam arti luas, hukum perdata merupakan bagian dari hukum sipil. Namun dalam arti sempit hukum perdata sama dengan hukum sipil.
b. Hukum Publik, terdiri dari :
- Hukum tata Negara :
hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintah suatu negara serta
hubungn kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain dan
hubungan antara negara dengan bagian-bagian negara.
- Hukum Administrasi Negara (pidana=hukuman) : hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa
yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggar.
- Hukum Internasional.
UU No. 39 Tahun 2007
termasuk Hukum Administrasi Negara, karena undang-undang ini berisikan perintah
dan larangan dan memberlakukan sanksi bagi pelanggarnya. Semua ketentuan
tersebut sudah diatur dan tertera dalam UU No. 39 tahun 2007.
Referensi :
Bahan Ajar Aspek Hukum dalam Ekonomi Bab 1
"Pengertian dan Tujuan Hukum" (pdf)
Tersedia :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1
pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf [diakses : 7 Maret 2016]
Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai (pdf)
Tersedia :
http://repository.beacukai.go.id/peraturan/2011/11/6a7837f67768-undang-undang-nomor-39 tahun-2007.pdf [diakses : 8 Maret 2016]