- I study in economic faculty.
- Audit Committe is controlling company's financial statement.
- Bank of Indonesia is going to increase the interest.
- My father is going to pay Income Tax (PPh).
- Minister of Economic has made Tax Amnesty policy.
- Manager needs information in company's financial statement.
- Companies in Indonesia need Accountant Public to control their financial statement.
- Audit Committe's experience is influencing to detection of fraudulent fonancial reporting.
- Indonesia's Minister of Economic is Sri Mulyani.
- PT. Astra gives dividen to stockholder.
Jumat, 11 November 2016
English Tenses Used in Business English
Minggu, 12 Juni 2016
Pengendali Lalu lintas Barang, Undang-undang Kepabeanan Optimalkan Pencegahan Penyelundupan
Semua barang yang masuk maupun keluar dari
wilayah Republik Indonesia haruslah diatur dan dikendalikan. Untuk itu
dibuatlah Undang-Undang yang mengatur hal tersebut yaitu UU No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan yang terjadi di
Indonesia, UU No.10 tahun 1995 tentang kepabeanan dirasa sudah tidak sesuai
dengan penyelenggaraan kepabeanan sehingga perlu dilakukan perubahan.
Sehubungan dengan itu, maka telah diputuskan dan disahkan UU No. 17 Tahun 2006
tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Di dalam
perubahan ini ada beberapa pasal yang diubah maupun dihapus. "Pengendali
Lalulintas Barang, Udang-Undang Kepabeanan Optimalkan Pencegahan
Penyelundupan", hal ini sejalan dengan tujuan dari Undang-Undang
Kepabeanan yaitu untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas lalulintas
barang yang masuk atau keluar daerah pabean, namun mengingat letak
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya
berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka perlu dilakukan
pengawasan terhadap pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di
dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus
pengangkutan antar pulau, khususnya untuk barang tertentu. Selain itu
dengan dikenakannya bea masuk atau bea keluar dapat meningkatkan pungutan pajak
negara. Pada kesempatan kali ini saya tertarik untuk
menganalisis produk hukum ini, yaitu UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Saya akan menganalisis
produk hukum ini dengan hal-hal yang berkaitan dengan hukum seperti pengertian
hukum, unsur hukum, ciri hukum, sifat hukum, tujuan hukum, sumber hukum,
kodefikasi hukum, pembagian hukum serta hukum sipil dan hukum publik. Setelah
melakukan analisis ini dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2006
ini memiliki kesamaan dan kesesuaian dengan hukum.
PENGERTIAN HUKUM MENURUT PARA AHLI
1. Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya “De
Algemene begrifen van het Burgerlijk Recht” : Hukum ialah semua aturan yang mengatur
pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negara dalam
melakukan tugas-nya”.
2. Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para
anggota masyarakat, antara yang daya penggunaannya pada saat tertentu
diindahkan oleh masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang
jika dilanggar menimbukan reaksi bersama terhadap orng yang melakukan
pelanggaran itu”.
3. Immanuel Kant : “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang
dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan
kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
Jadi menurut saya dapat disimpulkan
bahwa hukum adalah seluruh peraturan yang mangatur tingkah laku manusia,
bersifat memaksa dan memiliki sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan masyarakat dengan tertib.
DEFINISI HUKUM SEBAGAI PEGANGAN
Menurut Drs. E. Utrecht, SH “Hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu”. Definisi yang diberikan Drs. E. Utrecht, SH itu merupakan
pegangan semata yang maksudnya menjadi suatu pedoman bagi setiap wisatawan
hukum yang sedang bertamasya di alam hukum. Selain Utrecht, beberapa Sarjana
Hukum Indonesia lainnya telah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu,
yang di antaranya ialah:
a) S.M Amin, SH
Dalam buku beliau berjudul “Bertamasya ke Alam
Hukum,” hukum yang dirumuskan sebagai berikut: “Kumpulan-kumpulan
peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum
dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
b) J.C.T Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto,
S.H
Dalam buku yang disusun bersama berjudul
“Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan definisi hukum sebagai berikut:
“Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi
yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu hukuman tertentu.”
c) M.H. Tirtamidjaya, S.H
Dalam buku beliau “Pokok-pokok Hukum Perniagaan”
ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam
tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang yang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan
sebaginya.”
Secara keseluruhan menurut saya pengertian hukum
yang telah diuraikan di atas sejalan dengan isi dari UU No. 17 tahun 2006
karena berisikan peraturan, perintah dan larangan, bersifat mengatur dan
memaksa serta memiliki sanksi dalam pelaksanaan kepabeanan.Semua peraturan,
perintah, larangan serta sanksi-sanksi yang berlaku tentang pabeanan sudah
tercantum dalam undang-undang ini secara jelas.
UNSUR-UNSUR HUKUM
- Peraturan
mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
- Peraturan
itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
- Peraturan
itu bersifat memaksa
- Sanksi
terhadap peraturan itu adalah tegas
Dari uraian unsur-unsur hukum di atas, menurut
saya UU No. 17 tahun 2006 sesuai dengan unsur-unsur hukum
yaitu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib karena Undang-Undang
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.Di
dalam undang-undang ini juga disebutkan beberapa badan resmi yang berwajib
seperti Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Unsur hukum lainnya yang sesuai dengan unsur UU No. 17 Tahun 2006 adalah peraturan bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap peraturan. Undang-undang ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana dan denda sesuai ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.
CIRI-CIRI HUKUM
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu :
- Adanya
perintah dan/atau larangan
- Perintah
dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang
Di dalam UU No. 17 Tahun
2006 ini tertera perintah untuk membayar pungutan bea masuk
maupun bea keluar terhadap barang yang masuk atau keluar daerah
pabeanan yang seluruh ketentuan dan tarifnya tertera dalam Undang-undang
ini, serta memenuhi kewajiban pabeanan. UU No. 17 tahun 2006
ini juga berisikan larangan yang berbunyi sebagai berikut :
BAB X
LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPORATAU EKSPOR, PENANGGUHAN IMPOR
ATAU EKSPOR BARANG HASILPELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL, DAN PENINDAKAN ATASBARANG YANG TERKAIT DENGAN
TERORISME DAN/ATAUKEJAHATAN LINTAS NEGARA
57. Ketentuan Pasal 53 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diubah sehingga Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
1.
Untuk kepentingan
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi
teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas impor atau
ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri.
2.
Ketentuan mengenai
pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan / atau pembatasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan
menteri.
3.
Semua barang yang
dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor,
jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir
atau eksportir;
- dibatalkan
ekspornya;
- diekspor
kembali; atau
- dimusnahkan
di bawah pengawasan pejabat beadan cukai kecuali terhadap barang dimaksud
ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Barang siapa yang dengan sengaja melanggar
sesuatu Kaidah Hukum akan dikenakan sanksi sebagai akibat pelanggaran Kaedah
Hukum yang berupa hukuman. Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya,
yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ialah :
a. Pidana Pokok, yang terdiri dari :
1) Pidana mati
2) Pidana penjara:
- Seumur hidup
- Sementara (setinggi-tingginya
20 tahun dan sekurang-kurangnya satu tahun) atau pidana penjara selama
waktu tertentu.
3) Pidana
kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya satu tahun.
4) Pidana
denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
5) Pidana
tutupan
b. Pidana Tambahan, yang
terdiri dari :
1) Pencabutan
hak-hak tertentu
2) Perampasan
(penyitaan) barang-barang tertentu
3) Pengumuman
keputusan hakim
UU No. 17 Tahun 2006 berlaku beberapa hukuman
dan pidana bagi para pelanggar peraturan dalam undang-undang ini. Pidana yang
tercantum dalam undang-undang tentang Kepabeanan ini adalah pidana pokok yaitu
pidana penjara, pidana kurungan dan sanksi administrasi berupa denda. Selain
pidana pokok, dalam undang-undang juga terdapat pidana tambahan yaitu
perampasan (penyitaan) atau penyegelan barang-barang tertentu. Nerikut bunyi
pidana yang tertera dalam UU No. 17 Tahun 2006 :
Pasal 82
1. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan
pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan
pabean diserahkan.
2. Pejabat bea dan cukai berwenang meminta
importir, eksportir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara,
pengusaha tempat penimbunan berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang
untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap
bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa;
3. Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak dipenuhi:
4. Dihapus;
5. Setiap orang yang salah memberitahukan jenis
dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas impor yang mengakibatkan
kekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling
sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling
banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
6. Setiap orang yang salah memberitahukan jenis
dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas ekspor yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor dikenai
sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari
pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar dan paling
banyak 1.000% (seribu persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang
kurang dibayar.
Pasal 102
Setiap orang yang:
1. mengangkut barang impor yang tidak tercantum
dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);
2. membongkar barang impor di luar kawasan pabean
atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;
3. membongkar barang impor yang tidak tercantum
dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);
4. membongkar atau menimbun barang impor yang masih
dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan /
atau diizinkan;
5. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum
6. mengeluarkan barang impor yang belum
diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat
penimbunan berikat atau dari tempat lain dibawah pengawasan pabean tanpa
persetujuan pejabatbea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan
negara berdasarkan Undang-Undang ini;
7. mengangkut barang impor dari tempat penimbunan
sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidaksampai ke kantor pabean
tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya;
atau
8. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah,
dipidana karena melakukan penyelundupan di
bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 102A
Setiap orang yang :
1. mengekspor barang tanpa menyerahkan
pemberitahuan pabean;
2. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau
jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11A ayat(1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara
di bidang ekspor;
3. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean
tanpaizin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);
4. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean
tanpa izin kepala kantor pabean; atau
5. mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan
dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9A ayat (1)
dipidana karena melakukan penyelundupan di
bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 102B
Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
danPasal 102A yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana dendap aling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
Pasal 102C
Dalam hal perbuatan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 102, Pasal 102A, Pasal 102B dilakukan oleh pejabat dan aparat
penegak hukum, pidana yang dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana
dalam Undang-Undang ini ditambah 1/3 (satu pertiga).
Pasal 102D
Setiap orang yang mengangkut barang tertentu
yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal
tersebut di luar kemampuannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang :
1. menyerahkan pemberitahuan pabean dan / atau
dokumen perlengkap pabean yang palsu atau dipalsukan;
2. membuat, menyetujui, atau turut serta dalam
pemalsuan data ke dalam buku atau catatan;
3. memberikan keterangan lisan atau tertulis yang
tidak benar, yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean; atau
4. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual,
menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga
berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp100.000.000,00(seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 103A
1. Setiap orang yang secara tidak sah mengakses
system elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang
kepabeanan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
pidana penjara paling lama (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang
ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 104
1. Setiap orang yang mengangkut barang yang berasal
dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 102A, atau Pasal
102B;
2. memusnahkan, memotong, menyembunyikan, atau
membuang buku atau catatan yang menurut Undang-Undang ini harus disimpan;
3. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta
dalam penghilangan keterangan dari pemberitahuan pabean, dokumen pelengkap
pabean, atau catatan ; atau
4. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur
dagang dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat
digunakan sebagai kelengkapan pemberitahuan pabean menurut Undang-Undang ini.
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun, dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
membuka, melepas, atau merusak kunci, segel atau tanda pengaman yang telah
dipasang oleh pejabat bea dan cukai dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
SIFAT HUKUM
Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Ia
merupakan peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang agar mentaati
tata-tertib dalam masyarakat serta memerikan sanksi yang tegas (berupa hukuman)
terhadap siapa yang tidak mau mentaatinya.
Menurut saya UU No. 17 tahun 2006 ini memiliki
sifat yang sama dengan hukum yaitu bersifat mengatur, hal ini dibuktikan dalam
tujuan dari undang-undang kepabeanan yaitu bertujuan untuk mengatur dan
melakukan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah
pabean Indonesia dan lalulintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia,
serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Daerah
Pabeanan adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan dan
ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif
dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.
UU No. 17 tahun 2006 ini selain bersifat
mengatur, juga bersifat memaksa dan terdapat sanksi terhadap pelanggaran
peraturan. Udnag-undnag ini bersifat memaksa dan harus dipatuhi, jika dilanggar
akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa sanksi pidana maupun denda sesuai
ketentuan yang tertera dalam undang-undang ini.
TUJUAN HUKUM
Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam
hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang
diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu. Hukum
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu pula
bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
Kepabeanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar
daerah pabeanan serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah
pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap
barang yang diimpor. Sedangkan bea keluar adalah pungutan Negara berdasarkan
Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Tujuan
dikenakannya bea keluar terhadap barang ekspor adalah :
- menjamin
terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
- melindungi
kelestarian sumber daya alam;
- mengantisipasi
kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran
internasional; atau
- menjaga
stabilitas harga komoditi tertentu dalam negeri.
Di dalam Undang-Undang ini telah disebutkan pada
lembar pertama bahwa tujuan dari UU No. 17 Tahun 2006 yaitu :
- untuk
lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas
pelayanan publik,
- untuk
mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang
berkaitan dengan perdagangan global,
- untuk
mendukung kelancaran arus barang,
- meningkatkan
efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar
daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah
pabean Indonesia,
- serta
untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyeludupan.
Setelah melihat tujuan dari UU No. 17 Tahun
2006, menurut saya tujuan dari Undang-Undang ini sejalan dengan tujuan hukum
yaitu untuk menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan serta mengatur tingkah
laku masyarakat demi tercapainya kesejahteraan rakyat.
SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber hukum ialah segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan
nyata. Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi
formal :
1. Sumber-sumber hukum material dapat
ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah
sosiologi, filsatat dan sebagainya.
Contoh :
- Seorang
ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam
masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum.
- Seorang
ahli kemasyarakatan (sosiologi) mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum
ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2. Sumber-sumber Hukum Formal antara lain :
a. Undang-undang (Statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa
negara.
b. Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap
dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu
diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan
sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu
dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian timbulah
suatu kebiasaan huku yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
c. Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu
yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai
masalah yang sama.
Ada dua macam jurisprudensi yaitu :
- Jurisprudensi Tetap : keputusan hakim yang terjadi
karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan
(Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
- Jurosprudensi Tidak tetap
d. Traktat (Treaty)
Jika traktat diadaka oleh dua negara maka
traktat adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian internasional yang
diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat
China tentang “Dwi-Kewarganegaraan”. Jika diadakan oleh lebih dari dua negara ,
maka traktat itu disebut Traktat Multilateral misalnya perjanjian internasional
tentang pertahanan bersama negara-negara Eropah (NATO) yang diikuti oleh
beberapa negara Eropah.
e. Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar
keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum
mengeni soal yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itu
menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim
tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa
Undang-Undang No. 17 tahun 2006 ini termasuk dalam sumber hukum formal yaitu
Undang-Undang. Karena hal ini sesuai dengan pengertian Undang-Undang itu
sendiri, Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini juga memiliki kekuatan hukum dan
diadakan oleh penguasa Negara atau badan-badan resmi yang berwajib seperti yang
sudah saya jelaskan pada sub judul “Unsur-Unsur Hukum” di atas bahwa UU No. 17
tahun 2006 ini telah diputuskan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia.Di dalam
undang-undang ini juga disebutkan beberapa badan resmi yang berwajib seperti
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berdasarkan atau pada bersumber Undang-undang
Sementara 1950 dan Konstitusi RIS-1949, peraturan perundanga di Indonesia
terdiri dari :
- Undang-Undang
Dasar (UUD)
- Undang-Undang
(biasa) dan Undang-Undang Darurat
- Peraturan
Pemerintah Tingkat Pusat
- Peraturan
Pemerintah Tingkat Daerah
2. Masa Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Bentuk dan tata urutan peraturan-perundangan
Republik Indonesia sekarang ini menurut Ketetapan MPRS No. XXMPRS/1966
(kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah :
- Undang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD-1945)
- Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR)
- Undang-undang
(UU) dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
- Peraturan
Pemerintah
- Keputusan
Presiden (KEPRES)
- Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya.
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU
No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini telah diputuskan dan ditetapkan pada
tahun 2006. Dari penjelasan di atas, Undang-Undang ini termasuk dalam masa
setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
KODEFIKASI HUKUM
KODIFIKASI merupakan pembukuan
jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan
antara lain :
1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law)
Hukum Tertulis adalah hukum yang dicantumkan
dalam berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum Tak Tertulis (Unstatutery Law = Unwritten
Law)
Hukum tak tertulis adalah hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati
seperti suatu peraturan-peraturan (disebut juga hukum kebiasaan).
Dari kedua bentuk hukum tersebut, menurut
saya UU No. 17 Tahun 2006 ini merupakan hukum
tertulis (Statute Law = Written Law), karena Undang-Undang ini
sudah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang
ini telah disahkan dan diundangkan di Jakarta, 15 Nopember 2006.
MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
1. Menurut Sumbernya
- Hukum Undang-Undang,
yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
- Hukum Kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam
peraturan-peraturan kebiasaan
- Hukum Traktat,
yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian
antar negara (traktat)
- Hukum jurisprudensi,
yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
Menurut saya UU No. 17 Tahun
2006 berdasarkan pembagian hukum menurut sumbernya termasuk
Hukum Undang-Undang.
2. Menurut Bentuknya
- Hukum
Tertulis
- Hukum
Tak Tertulis
Menurut bentuknya UU No. 17 Tahun
2006 termasuk hukum tertulis karena seperti yang
sudah saya bahas pada sub
judul sebelumnya, Undang-Undang ini merupakan
hukum tertulis dan telah ditempatkan di Lembaran Negara Republik
Indonesia.
3. Menurut tempat berlakunya
- Hukum nasional,
yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara
- Hukum Internasional,
yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
- Hukum Asing,
yaitu hukum yang berlaku di negara lain
- Hukum Gereja,
yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja untuk para
anggota-anggotanya.
Menurut tempat berlakunya UU No. 17 Tahun
2006 termasuk hukum nasional karena Undang\undang ini berlaku di
negara Indonesia. Di dalam Undang-Undang ini mengatur barang yang masuk
atau keluar daerah pabeanan. Di mana Daerah Pabeanan sendiri adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan dan ruang udara
di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan
landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.
4. Menurut Waktu Berlakunya
- Ius Contitutum (Hukum
Positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu.
- Ius Constituendum,
yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
- Hukum Asasi (hukum), yaitu
hukum yang berlaku di mana-mana segala waktu dan untuk segala bangsa di
dunia.
Menurut waktu berlakunya, undang-undang ini
termasuk Ius Contitutum karena Undang-Undang ini
berlaku, disahkan dan diundangkan dari tahun 2006 hingga
sekarang.
5. Menurut Cara Mempertahankannya
- Hukum Material,
yaitu hukum yang membuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan dan
hubungan berwujud perintah-perintah dan larangan.
- Hukum formal,
yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara
mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara hakim
memberi putusan.
UU No. 17 Tahun 2006 termasuk
hukum material, karena Undang-Undang ini berisikan perintah dan
larangan sesuai dengan hukum material.
6. Menurut Sifatnya
- Hukum
yang memaksa
- Hukum
yang mengatur
Menurut sifatnya, Undang-Undang No. 17 tahun
2006 ini juga bersifat memaksa dan mengatur seperti yang
sudah saya jelaskan pada sub bahasan di atas.
7. Menurut Wujudnya
- Hukum Objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan
tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
- Hukum
Subjektif, yaitu hukum yang timbul dari
Hukum Objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Pembagian
hukum jenis ini kini sudah jarang digunakan orang.
Berdasarkan wujudnya, UU No.17 Tahun
2006 ini termasuk hukum objektif karena undang-undang ini berlaku di
negara Indonesia dan bersifat umum. Undang-Undang ini juga tidak mengenal orang
atau golongan tertentu, siapa pun yang kedapatan memiliki atau membawa barang
masuk/keluar daerah kepabeanan sesuai dengan Undang-Undang akan dikenakan bea
masuk/bea keluar serta wajib memenuhi kewajiban pabeanan. Siapa pun yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini juga akan dikenakan sanksi.
8. Menurut Isinya
- Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan
kepada kepentingan perseorangan.
- Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara
dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan
(warganegara).
UU No. 17 Tahun 2006 menurut
isinya merupakan Hukum Publik karena Undang-Undang ini mengatur
hubungan antara negara dengan perseorangan. UU No. 17 Tahun 2006 ini
mewajibkan setiap orang yang memiliki atau membawa barang masuk/keluar daerah
pabeanan dikenakan pungutan bea masuk/bea keluar.
HUKUM SIPIL DAN HUKUM PUBLIK
1. Hukum Sipil
Hukum sipil dalam arti luas meliputi hukum
perdata dan hukum dagang. Orang sering mempersamakan hukum sipil dengan hukum
perdata. Dalam arti luas, hukum perdata merupakan bagian dari hukum sipil.
Namun dalam arti sempit hukum perdata sama dengan hukum sipil.
2. Hukum Publik, terdiri dari:
- Hukum Tata Negara : hukum yang mengatur bentuk dan susunan
pemerintah suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat
perlengkapan satu sama lain dan hubungan antara negara dengan
bagian-bagian negara.
- Hukum Administrasi Negara (pidana=hukuman) : hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa
yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggar.
- Hukum Internasional
Berdasarkan penjelasan di atas, UU No. 17 tahun
2006 termasuk Hukum Publik yaitu Hukum Administrasi Negara. Karena di dalam
Undang-undang ini berisikan perintah maupun larangan serta memberlakukan sanksi
bagi para pelanggarnya. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dan tertera
secara lengkap dalam UU No. 17 tahun 2006.
3. Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
a. Perbedaan Isinya:
- Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang
satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan
perseorangan.
- Hukum Pidana hubungan Hukum antara seorang anggota
masyarakat (warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib
masyarakat itu.
b. Perbedaan Pelaksanaannya:
- Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil
tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak kepentingan yang
merasa dirugikan. Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
- Pelanggaran terhadap norma-hukum pidana, pada umumnya
segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak
yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-hukum pidana
(delik=tindakan pidana), maka alat-alat perlengkapan Negara seperti
polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.
c. Perbedaan Penafsiran:
- Hukum Perdata memperbolehkan untuk mengadakan
macam-macam interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
- Hukum Pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata
dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal
penafsiran authentic, yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum
Pidana itu sendiri.
Dari uraian tentang perbedaan antara Hukum
Perdata dengan Hukum Pidana, menurut saya Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 ini
lebih medekati ke arah Hukum Pidana. Karena berdasarkan perbedaan-perbedaan di
atas menurut isinya, UU No. 17 Tahun 2006 mengatur tentang pungutan pajak
Negara berupa bea masuk/bea keluar yang wajib dipenuhi oleh perorangan yang
kedapatan membawa atau memiliki barang yang masuk atauun keluar daerah pabeanan
Republik Indonesia.
Perbedaan menurut pelaksanaannya pun lebih
mendekati ke arah Hukum Pidana, karena barang siapa yang kedapatan memiliki
atau membawa barang keluar/masuk daerah pabeanan namun melanggar ketentuan dan
tidak memenuhi kewajiban pabeanan akan langsung ditindak dan diberikan sanksi
administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam
Undang-Undang ini tanpa adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
PERBEDAAN ANTARA ACARA PERDATA (HUKUM ACARA
PERDATA) DENGAN ACARA PIDANA (HUKUM ACARA PIDANA)
Hukum acara perdata ialah hukum yang mengatur
bagaimana cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Hukum
acara pidana ialah hukum yang mengatur bagaimana cara-cara memelihara dan
mempertahankan hukum pidana material.
1. Perbedaan mengadili :
- Hukum
acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara-perkara di pengadilan
perdata oleh hakim perdata.
- Hukum
acara pidana mengatur cara-cara mengadili perkara di pengadilan pidana
oleh hakim pidana.
2. Perbedaan pelaksanaan :
- Pada
acara perdata inisiatif datang dari pihak yang dirugikan.
- Pada
acara aidana inisiatif datang dari penuntut umum.
3. Perbedaan dalam penuntutan :
- Dalam
acara perdata yang menuntut adalah pihak yang dirugikan
- Dalam acara pidana jaksa menjadi penuntut terhadap si terdakwa
4. Perbedaan
alat-alat bukti :
- Dalam
acaara perdata sumpah merupakan alat bukti.
- Dalam
acara pidana ada 4 alat bukti (tulisan, saksi, persangkaan dan pengakuan).
5. Perbedaan penarikan kembali suatu
perkara :
- Dalam
acara perdata sebelum ada putusan hakim pihak yang bersangkutan boleh
menarik lagi perkaranya.
- Dalam
acara pidana tidak dapat ditarik kembali.
6. Perbedaan kedudukan para pihak :
- Dalam
acara perdata pihak-pihak mempunyai kedudukan yang sama, hakim bersifat
pasif.
- Dalam
acara pidana jaksa kedudukannya lebih tinggi dari terdakwa, hakim juga
turut aktif.
7. Perbedaan dalam dasar keputusan hakim :
- Dalam
acara perdata putusan hakim cukup dengan mendasarkan diri dengan kebenaran
formal saja.
- Dalam
acara pidana putusan hakim harus mencari kebenaran material.
8. Perbedaan hukuman :
- Dalam
acara perdata tergugat yang terbukti kesalahannya dihukum denda atau
hukuman kurungan.
- Dalam
acara pidana terdakwa terbukti kesalahannya di pidana mati, penjara,
kurungan atau denda.
9. Perbedaan dalam bandingan (pemeriksaan
tingkat banding) :
- Bandingan
perkara perdata dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi
disebut appel.
- Bandingan
perkara pidana dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi disebut revisi.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai
perbedaan antara acara perdata dan acara pidana, menurut saya UU No. 17
tahun 2006 ini lebih mengarah ke acara pidana. Karena dalam undang-undang ini
dijelaskan bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan dan kedapatan tidak
memenuhi kewajiban kepabeanan maka pejabat bea dan cukai bertindak
langsung tanpa adanya pengaduan dan berwenang untuk mengunci, menyegel,
dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan serta membebankan sanksi
administrasi terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban
pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut
Undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau
tempat lain.
Referensi :
Bahan Ajar Aspek Hukum dalam Ekonomi Bab 1
"Pengertian dan Tujuan Hukum" (pdf)
Tersedia :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab1-pengertian_dan_tujuan_hukum.pdf [diakses : 7 Maret 2016]
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (pdf)
Tersedia :
http://eodb.ekon.go.id/download/peraturan/undangundang/UU_17_2006.pdf [diakses : 17 April 2016]
Langganan:
Postingan (Atom)